Terletak di Kampung Cijembar, Desa Sukajembar, Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur, peninggalan tradisi megalitik di Lemah Duhur merupakan bangunan berundak yang cukup besar. Bentuk strukturnya berteras, terletak di suatu dataran tinggi sekitar 941 mdpl.
Situs ini baru pertama kali diteliti oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) tahun 1954 dan diterbitkan dalam laporan penlitian Peninggalan Tradisi Megalitik di Daerah Cianjur, Jawa Barat. Berdasarkan penelusuran arsip yang dilakukan oleh Puslit Arkenas, situs ini belum pernah diteliti baik pada masa penjajahan Belanda, maupun masa kemerdekaan.
Penemuan situs ini berlangsung sekitar tahun 1954 ketika seorang petani sedang mengerjakan tanah di lokasi ini. Namun karena petani itu belum mengetahui apakah batuan ini berguna, maka dibiarkan begitu saja. Penelitian baru bisa dilakukan beberapa tahun kemudian oleh tim Puslit Arkenas, karena komunikasi yang sangat terbatas. Bangunan ini kelihatan pada dinding-dinging batu di teras 3 yang merupakan tumpukan batu yang diatur dengan sangat rapi, sehingga membentuk tembok.
Pada waktu penelitian itu dilakukan, kampung Cijembar dihuni oleh 720 kepala keluarga, dan 2.802 jiwa dengan mata pencarian pokok bercocok tanam dan berkebun. Keadaan udaranya cukup dingin sehingga memungkinkan penduduk berkebun teh. Jalan sekitar Kampung Cijembar dilalui oleh sungai kecil yang mengali dari utara ke selatan. Batuan yang dipergunakan sebagai bahan konstruksi dari peninggalan tradisi megalitik di Lemah Duhur mungkin diambil dari sungai ini.
Untuk mengakses situs ini harus melalui jalan yang cukup sulit, karena daerahnya bergunung-gunung dan sarana jalan yang belum memadai. Jalan yang menghubungkan daerah ini terutama dari Desa Sukajembar ke arah Cianjur belum semuanya diaspal, melainkan terdiri dari batu-batu besar yang disusun di jalan dengan sistem pengerasan.
Lemah Duhur berarti “tanah tinggi”, sesuai dengan letaknya pada bukit yang tinggi. Bangunan berundak Lemah Duhur berorientasi arah utara-selatan. Teras pertama terletak di bagian selatan, sedangkan teras kelima, yaitu teras tertinggi terletak di bagian utara. Ukuran teras berbeda-beda, semakin ke atas semakin kecil. Demikian pula dinding-dinding teras yang memiliki ketinggian yang berbeda-beda.
Pintu masuk ke masing-masing teras dibuat dari batu kali yang disusun secara bertingkat dan pada sebelah kanan dan kiri masing-masing undak terdapat batu tegak berukuran tinggi 45-65 cm dengan diameter 15020 cm. Batu-batu tegak itu merupakan batas tangga masuk. Tangga yang masih agak utuh terdapat antara teras III dan teras III.
Halaman I dan II merupakan halaman yang paling luas dibandingkan dengan teras-teras yang lebih atas. Perbedaan ukuran halaman memberikan petunjuk adanya perbedaan fungsi halaman teras itu sendiri. Halaman teras pertama dan kedua rupanya merupakan tempat berkumpul bagi semua pengikut upacara.
Bangunan berundak Lemah Duhur ini mempunyai persamaan bentuk dengan bangunan berundak di Gunung padang, yang telah diteliti oleh D.D. Bintari pada tahun 1977. Bangunan berundak ini memiliki lima teras. Untuk memperjelas gambaran dari masing-masing teras dan gambaran secara keseluruhan diuraikan sebagai berikut:
Teras Pertama
Teras pertama berupa persawahan yang dibatasi oleh batuan-batuan yang disusun bertumpuk. Sebagian besar batu dinding teras ini sudah hilang, mungkin dipindahkan ketika pengerjaan sawah terebut. Halaman teras berbentuk segi empat dan berukuran 50 x 65 meter. Dari pengamatan yang dilakukan oleh Tim Puslit Arkenas terhadap temuan permukaan, tidak mungkin dilaksanakn karena tertutup oleh pohon padi.
Teras Kedua
Antara teras pertama dan keuda, terdapat perbedaan tinggi 75 cm. Seperti pada teras pertama, teras ini juga merupakan persawahan. Ukuran teras ini yaitu 45 m x 50 m. Di sampingnya masih terlihaat batu-batu kali besar dan kecil yang dipergunakan sebagai bata teras. Selain itu, di pinggiran sudut terlihat beberapa batu tegak.
Teras Ketiga
Antara teras kedua dan ketiga teradapat dinding batu yang cukup tinggi. Dinding batu teras ketiga berukuran tinggi sekitar 4 meter. Dinding ini terdairi atas susunan batu kali yang diperkuat dengan batu-batu tegak sebagai penahan. Pada dinding ini teradapat sisa-sia tangga masuk dari teras kedua ke teras ketiga. Tangga masuk tersebut masih terlihat jelas. Pada kanan-kiri tangga masuk terdapat batu-batu tegak berukuran 50-65 cm, dengan garis tengah 35-40 cm. Panjang sisi teras ketiga ini yaitu 34 x 39 meter.
Keadaan teras ketiga sangat datar dan pada halamannya terdapat susunan batu-batu kali yang membentuk persegi panjang. Pada halaman sebelah kiri terdapat struktur berukuran 10,7 x 10,7 m. Di atas bangunan ini terdapat pula bangunan yang lebih kecil yang juga membentuk bangunan persegi empat panjang. Enam buah batu datar yang menyerupai umpak tampak diatur dalam posisi berbaris.
Pada bagian sayap kanan halaman teras ketiga, juga ditemukan bangunan yang sama. Bangunan ini berukuran panjang 10,2 m dan lebar 10 m. Pada halaman ini ditemukan pecahan gerabah yang hampir semuanya dapat dikatakan polos, dan kelihatannya merupakan pecahan gerabah dari masa sekaran, karena jelas adanya roda putar. Di samping itu memang ada keterangan bahwa halaman teras ketiga ini pernah dipakai untuk rumah tinggal.
Dengan mengadakan perbandingan terhadap peninggalan megalitik di tempat lain, Tim Puslit Arkenas menyimpulkan bahwa dua buah bangunan yang ditemukan di teras ketiga ini dipergunakan untuk upacara bermusyawarah bagi masyarakat megalitik waktu itu.
Teras Keempat
Teras ini juga dibatasi oleh susunan batu-batu kali yang diatur sebagai dinding. Teras ini memiliki permukaan yang rata dengan ukuran 35 m x 35 m .Tangga masuk ke halaman 4 ini terdapat pada sisi selatan dan terdiri dari beberapa undak yang dilengkapi dengan batu-batu tegak di kiri-kanan tangga masuk. Dinding halaman 4 ini mempunyai ukuran 4 meter.
Di atas dinding terdapat beberapa menhir (batu tegak) yang terlihat masih berdiri di tempat semula. Batu-batu tegak ini merupakan batas halaman, dan tidak memiliki fungsi tersendiri. Tim Puslit Arkenas kemudian membandingkan temuan tersebut dengan fitus di kompleks megalitik Ciarca dan Tugu Gede (Pelabuhan Ratu, Sukabumi) dan berpendapat bahwa kadang-kadang di tempat bandungan megalitik yang merupakan tempat sakral terdapat batas dalam bentuk batu berdiri.
Di teras keempat ini ditemukan sebuah bangunan besar yang berupa tanah bergunduk berbentuk segi empat panjang, berorientasi utara-selatan. Pada pinggiran banguan ini terdapat susunan batu-batu kali yang berfungsi sebagai dinding penguat, sedangkan di keempat sudut bangunan terdapat batu tegak (menhir) yang berukuran masing-masing sekitar 65 cm. Di bagian belakang (utara) bangunan ditemukan 2 buah batu datar, yang mungkin merupakan tempat sesaji atau merupakan pusat pemujaan. Hal ini dapat diduga karena di kompleks bangunan terdapat batu peluru (bundar/bola) yang berhubungan erat dengan upacara-upacara yang dilaksanakan.
Bangunan berbentuk persegi empat berdidinding batu ini berukuran panjaang 20 m dan lebar 6 m, berorientasi utara-selatan sesuai dengan arah hadap bangunan teras berundak Lemah Duhur. Pada bangunan ini ditemukan batu-batu datar yang menyerupai umpak-umpak rumah. Jumpah batu datar yang ditemukan ada 8 buah dan diatur dalam dua garis sejajar dengan arah bangunan. Masing-masing terdiri dari 4 buah batu datar.
Batu-batu datar yang disusun semacam ini pernah ditemukan oleh Tim Puslit Arkenas di situs megalitik Jabung (Lampung Tengah). Di kompleks megalitik Jabung, batu-batu datar semacam ini ditemukan bersama sebuah menhir berbentuk phalus yang sangat menonjol. Ada kemungkinan bahwa batu-batu datar semacam ini merupakan tempat duduk kepala-kepala suku pada waktu mengadakan musyawarah atau upacara-upacara tertentu. Batu-batu tersebut berukuran garis tengah antara 40-45 cm. Mungkin berbagai upacara yang bersifat agak besar dilakukan di teras keempat ini.
Teras Kelima
Ketika Tim Puslit Arkenas melakukan survey, teras kelima dalam keadaan tertutup oleh semak belukar. Pada teras ini tidak banyak dijumpai peninggalan, kecuali hanya hamparan batu-batu kali yang sudah tidak diketahui lagi bentuk aslinya. Ketinggian teras adalah 1.000 mdpl. Di antara hamparan batu-batu kali yang disusun menyerupai fondasi (lantai) terdapat beberapa makam baru yang batunya diambil dari batu-batu konstruksi bangunan.
Kondisi Saat Ini
Dokumentasi Video (2018)
Lokasi Desa
Pemerhati sejarah dan budaya Cianjur, pembaca naskah Sunda kuno, pengulik musik tradisi. Pengguna setia Linux.