Aksi di Regentschapraad Cianjur untuk Masyarakat Pakidulan 1939

Suasana rapat Regentschaapraad Cianjur antara 1926-1929 (dok. KITLV)

Sebuah berita bertajuk “Aksi di R.R. Tjiandjoer” dalam surat kabar Al-Moe’min nomor 45 tahun ke-VIII, 2 Desember 1939 memuat pidato ketua Regentschapraad (Dewan Kabupaten) Cianjur yaitu Kd. Katadikoesoema. Pidato ini bertujuan untuk mengimbau pemangku-pemangku Regentschapraad agar betul-betul memperhatikan kepentingan kesejahteraan daerah Cianjur selatan yang meliputi wilayah Sukanagara dan Sindangbarang.

Isinya berupa paparan kondisi kedua wilayah tersebut, yang menekankan sulitnya akses jalan sehingga mobilisasi hasil bumi dan pekerja menjadi terhambat. Selain itu, dikabarkan juga bahwa akibat kendala tersebut, ketika desa Cibanggala diterjang longsor pada tahun 1933, pertolongan dari pemerintah tidak dapat menjangkau lokasi dengan cepat dan ratusan orang terpaksa mengungsi.

Cuplikan berita dalam Al-Moe’min no. 45 (dok. Perpusnas RI)

Berikut ini isi pidato lengkapnya (dengan penyesuaian ejaan):

Sidang yang terhormat.

Pasal yang akan hamba unjukkan dan akan hamba haturkan dalam sidang ini, sebetulnya bukan usul yang baru, karena usul itu sudah dikemukakan dalam persidangan tempo dulu oleh seorang anggota yang terhormat, yaitu Tuan Hasan Ahya Wedana Sukanagara, yang sekarang sudah pindah.

Hamba menceritakan hal itu sekarang, hanya seolah-olah mengulangi, agar menjadi hangat kembali, dan menjadi perhatian yang agak dalam.

Oleh karena itu Kanjeng Voorzitter, sebelumnya hamba mengutip diperbanyak terima kasih, dapat izin berbicara dalam sidang ini.

Tak dapat dipungkiri lagi, bahwa kepentingan Cianjur-Selatan (district Sukanagara-Sindangbarang) boleh dikatakan suatu kepentingan yang tak boleh dibiarkan, karena tiap-tiap waktu kelihatan majunya. Uleh karena jalan yang menghubungkan kedua tempat itu dengan kota yang agak besar (Cianjur) hanya satu, apakah tidak lebih baik jika membuka lagi jalan yang menghubungkan kedua tempat itu ke kota yang lebih besar seperti Bandung. Umpama membuka jalan desa (Campaka-Cibanggala, Sukanagara-Cibanggala, Cibanggala-Bandung).

Di bawah ini hamba mempersembahkan kepada sidang yang termulia keterangan yang agak singkat kiranya. Mudah-mudahan dapat perhatian seluas-luasnya.

I. Hasil Bumi

Hasil bumi desa Cibanggala distrik Sukanagara mudah mengeluarkannya, jika dijual sendiri ke kota-kota (Cianjur-Bandung) atau didatangi tengkulak-tengkulak dari kota-kota tersebut dari hasil bumi rakyat dapat perhatian cukup.

Sekarang janganpun dari hasil palawija (jagung, ubi, kayu, kacang, suuk [kacang tanah] dsb.) sedang pucuk teh juga amat susah menjualnya karena tak ada jalan yang dapat dilalui kendaraan. Lebih-lebih dari desa Cilangari, Bunijaya bawahan Bandung dan kampung Cisaranten dan Ciherang desa Cibanggala lebih dari 20 km memikul pucuk teh ke onderneming Sukanagara dan Leuwimanggu.

Banyaknya orang dari bawahan Bandung yaitu desa Bunijaya dan Cilangari yang menjual teh ke Onderneming Sukanagara ada 122 orang.

Orang-orang dari desa Cibanggala yang menjual teh ke Onderneming Sukanagara, Leuwimanggu dan Ciharum ± 400 orang.

II. Keperluan Sehari-hari dan Untuk Berumah Tangga

Sukar ia mendapatnya dan harganya ada lebih mahal, karena buat keperluan itu didapat dari pedagang yang berkeliling.

III. Perdagangan

Barang keperluan yang dateng ke Cianjur-Selatan itu, kebanyakan dari Cianjur. Jika jalan terus ke Bandung sudah dibuka, barang-barang tersebut bisa datang dari Bandung, yang harganya dapat dipastikan bersaingan.

IV. Kendaraan

Kendaraan yang pergi atau datang dari jurusan Bandung tak usah berkeliling lagi, sudah tentu meringankan ongkos dan mencepatkan waktu kepada yang berkepentingan; a. Orang-orang yang berdagang dan b. Kuli-kuli kontrak.

Tiap-tiap hari orang yang lalu lintas rata-rata 800 orang apalagi kalau musim hari raya (lebaran dan sebagainya) yang melalui itu jalan.

Pedagang-pedagangdan kuli kontrak di kedua distrik Sukanagara dan Sindangbarang kebanyakan dateng dari jurusan Bandung.

V. Kesehatan

Rupa-rupa kejadian yang mengganggu kesehatan rakyat tersebut mudah dapat perlindungan dokter maupun permerentah yang berwajib.

Seperti kejadian dalam tahun 1933 di desa Cibanggala ada kejadian tanah urug (longsor) sehingga merusakkan banyak tanah milik orang-orang ± 131 bouw dan ± 200 rumah menjadi hanyut tertimpa bahaya tersebut, 600 orang penduduk tempat yang ketimpa urug itu terpaksa keluar dari situ. Hal kejadian ini sukar sekali mendapat pertulungan Pemerintah yang agak cepat.

VI. Kepentingan Militer

Lebih dekat, jadi lebih cepat untuk keperluan di SALATRI.

VII. Banyaknya Jiwa

Rakyat penduduk di desa Cibanggala ada 10.000 lebih.

Sebagai penutup keterangan-keterangan yang terunjuk di atas, mohon sudi apalah kiranya supaya jadi perhatian sidang ini. Sebelum dan sesudahnya hamba mengucap terima kasih.


Dari laporan tersebut, kita mendapatkan sedikit informasi mengenai kegiatan para wakil rakyat di Kabupaten Cianjur sebelum kemerdekaan. Salah satu pembahasan hangat dalam rapat anggota dewan itu adalah mengenai akses jalan yang masih kurang memadai. Dengan memperhatikan secara lebih seksama, terutama terkait dengan isu pemekaran wilayah Cianjur Selatan belakangan ini, kita dapat melihat bahwa masalah-masalah terkait pemerataan ekonomi dan pembangunan sudah muncul sejak dulu dan kembali diangkat sebagai salah satu alasan untuk pemekaran wilayah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *