Gunung Kasur, Situs Megalit di Utara Cianjur

Peninggalan megalit Bukit Kasur dikenal juga dengan Gunung Kasur. Letaknya di Desa Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Lokasinya tidak begitu jauh dari jalur Bogor-Cipanas, yaitu sekitar 5 kilo meter dari Cipanas. Situs ini terletak di sebuah bukit pada ketinggian 1060 m di atas permukaan laut.

Bukit Kasur dikelilingi lembah-lembah. Di sebelah barat dan selatan terdapat lembah Cibodas, sedangkan di sebelah utara dan timur terdapat lembah Cipanas. Di arah barat laut dari situs ini tampak jelas beberapa gunung besar. Dari timur ke barat berturut-turut Gunung Halimun, Gunung Pangrango, dan Gunung Gede, sedangkan selatan terdapat Gunung Geulis.

Jika diamati jejak digitalnya di internet, situs ini bisa disebut sebagai situs megalit terpopuler kedua di Cianjur. Bahkan banyak kreator konten yang membuat liputan atau sekadar mengabadikan momen di Guung Kasur. Beberapa pihak menganggap situs ini sebagai objek wisata baru. Padahal, penelitian tentang situs Bukit Kasur ini pernah dilakukan sejak lama, tepatnya pada tahun 1985 oleh tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan diterbitkan dalam laporan penelitian berjudul Peninggalan Tradisi Megalitik di Daerah Cianjur, Jawa Barat.

Liputan para vloger di Gunung Kasur Cipanas (lihat di sini)

Di samping informasi tentang situs megalit ini yang belakang cukup banyak beredar di internet, kita bisa membandingkan datanya dengan hasil penelitian tahun 1985. Yuk simak pengamatan dari Puslit Arkenas berikut ini.

Objek Peninggalan

Objek peninggal di Bukit Kasur yang utama yaitu batu datar yang oleh penduduk setempat biasa disebut batu kasur, karena berbentuk seolah-olah seperti kasur. Menurut penduduk, di situs tersebut ada juga batu bantal dan guling yang keduanya sudah hilang karena dilemparkan ke lembah. Apakah batu guling itu merupakan batu tegak (menhir), atau bentuk bulat masih belum diketahui dengan pasti.

Batu datar ini berorientasi barat laut-tenggara. Di bagian barat-laut terdapat Gunung Gede, Pangrango, dan Halimun. Sangat mungkin bahwa batu datar ini ini merupakan tempat pemujaan yang diarahkan pada gunung.

Batu Kasur (foto: Puslit Arkenas, 1985)

Batu kasur ini berukuran panjang 180 cm dan lebar 93 cm dengan tebal 13 cm. Di sekitar Batu Kasur ditemukan hamparan batu-batu kecil yang membentuk persegi empat. Rupanya batu-batu in dipergunakan sebagai lantai dasar. Batu-batu kecil tersebut dipergunakan untuk keperluan pemakaman baru (makam Islam). Pada situs Batu Kasur terdapat buah makam baru yang berorientasi utara-selatan. Nisan yang dipergunakan jelas diambil dari batu kasur ini.

Batu datar ini terletak tepat di atas permukaan tanah, sehingga tidak kelihatan apakah batu datar ini ditopang oleh batu penyangga. Pada bagian bawah batu datar terdapat rongga seolah-olah bagian bawah batu itu runtuh ke dalam. Di sekitar batu datar ini terdapat batu-batu datar lainnya yang mempunyai bentuk lebih kecil.

Empat buah batu datar kecil ditemukan berimpit dengan batu kasur. Bentuk semacam ini banyak di temukan di berbagai situs megalitik di Indonesia. Di berbagai tempat di situs megalitik Lampung banyak ditemukan batu-batu datar seperti ini, misalnya di kompleks dolmen Batujaya, kompleks megalitik Pugungraharjo, di Salak datar, Tugu Gede dan lain-lain. Kalau kita bandingkan dengan temuan dolmen di Korea Utara, maka bentuk semacam ini dapat dikelompokkan ke dalam jenis dolmen.

Di sebelah selatan kompleks Batu Kasur dengan jarak 12 meter ke arah timur laut ditemukan deretan batu-batu besar dan kecil yang memanjang. Deretan batu-batu ini mungkin merupakan jalan masuk untuk menuju situs. Sangat disayangkan bahwa situs ini sebagian besar tertutup oleh rumput yang sangat tebal. Setelah diadakan pemotongan rumput dan sebagai semak, ditemukan batu-batu besar yang sebagian menunjukkan batuan lepas, dan sebagian lagi menunjukkan susunan oleh manusia yang dikumpulkan menjadi satu kelompok dan berfungsi untuk upacara pemujaan.

Kelompok batu-batu besar ditemukan oleh tim sekitar 60 meter di sebelah timur laut. Di sini ditemukan empat buah batu besar bersama-sama dengan puluhan batu kecil lainnya yang rupanya memang dikumpulkan. Secara keseluruhan kelompok batu ini berukuran sekitar 6 x 5 m. Di kelompok batu ini ditemukan dua buah batu yang mempunyai permukaan sangat datar dan halus.

Dari pengamatan yang dilakukan oleh tim tampak bahwa batu ini merupakan sebuah batu datar yang ditopang oleh batu-batu yang lain, tetapi salah satu sisi banyaknya telah roboh sehingga batu-batu datar ini menjadi miring. Dengan adanya temuan kedua batu datar ini maka jelas bahwa kelompok batu-batu ini merupakan tempat pemujaan.

Di bagian barat dari Batu Kasur ditemukan pula batu-batu besar, tetapi sayang konteks batu antara satu dan lainnya tidak diketahui sehingga apakah batu-batu ini merupakan bangunan untuk keperluan pemujaan tidak dapat dipastikan. Kelompok batu-batu dengan batu datar yang berukuran besar ditemukan pula di kompleks kubur batu di Ngasinan Lor Matesih, Jawa Tengah sebelah barat daya. Para ahli berpendapat bahwa kemungkinan batu datar yang ditemukan di kompleks megalitik Matesih ini juga merupakan dolmen.

Ketika tim melakukan survei ditemukan beberapa batu datar tetapi tidak diketahui konteksnya dengan batu-batu lain di sekitarnya karena tertutup rumput dan semak. Di bagian selatan dari peninggalan Bukit Kasur ini ditemukan undak-undak dari batu kali yang mengingatkan pada dinding bangunan berundak di Gunung Padang. Selanjutnya di bagian timur ini merupakan teras dari tanah. Penelitian lebih lanjut perlu untuk mencari jawaban pasti apakah teras ini merupakan teras buatan yang dibuat oleh tangan manusia pada masa perkembangan tradisi megalitik.

Undakan batu di sisi selatan (foto: Puslit Arkenas, 1985)

Peninggalan batu datar di Gunung Kasur masih perlu diteliti lebih mendalam dengan mengadakan ekskavasi secara cermat, apakah dipergunakan sebagai tempat penguburan atau sebagai tempat pemujaan sekaligus untuk mengetahui apakah batu datar ini mempunyai kaki penyangga. Jika dibandingkan dengan temuan lain di daerah Jawa Barat, diduga pernah digunakan sebagai tempat pemujaan.

Pemujaan ini jelas mempunyai latar belakang terhadap pemujaan nenek moyang (ancestor-worship), karena gunung dianggap sebagai tempat tinggal arwah nenek moyang. Pendirian tempat pemujaan seperti batu datar di bukit yang tinggi ini dimaksudkan agar pemujaan dan upacara yang dilakukan akan lebih berhasil dan diterima.

Nah, penelitian yang dilakukan oleh tim Puslit Arkenas tahun 1985 itu cukup rinci bukan? cukup terbayang dulu ketika tim melakukan survey keadaanya dipenuhi semak belukar. Kalau sekarang, situs ini sudah menjadi tempat wisata dengan akses yang lebih mudah. Malah tersedia tempat parkir di kaki area kaki bukitnya. Tertarik untuk berkunjung ?

One comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *