Di akhir pekan pertama saya tinggal di Belanda awal September lalu, saya menyempatkan untuk berkunjung ke Tongtong Fair 2023 di Den Haag. Untung saja masih sempat dapat tiket di hari-hari terakhir fair ini yang dibuka sejak pertengahan Agustus. Saya dapat tiket untuk tanggal 9 dan 10.
Ada beberapa alasan kenapa saya pergi ke Tongtong Fair. Pertama, fair ini merupakan event yang sangat bersejarah dalam sejarah Hindia Belanda. Konsep yang diusung adalah pasar malam ala di Hindia Belanda. Jadi, seperti pengobat rasa kangen bagi orang-orang yang pernah tinggal di atau pada masa Hindia Belanda. Detailnya sih bisa dibaca di situs resmi Tongtong Fair. Kedua, mencari teman orang Indonesia yang tinggal di Belanda untuk mengobrol dan mungkin bisa kenalan lebih jauh.
Oke, setelah mendapatkan jadwal acara, saya putuskan untuk berkunjung di tanggal 9 karena ada beberapa pertunjukan dari seniman Indonesia. Yang pertama adalah pertunjukan dari gitaris asal Bali yang kesohor, Bli Balawan. Kedua, ada penampilan wayang golek Sunda yang dibawakan oleh dalang Nandang dari Lembang, Bandung.
Berangkat dari stasiun Leiden Centraal siang dengan kereta intercity langsung menuju stasiun Den Haag Centraal. Perjalanan ditempuh hanya dalam waktu 12 menit saja. Dari stasiun Den Haag Centraal ke venue Tongtong Fair sebetulnya tidak jauh, yaitu di lapangan Malieveld, kawasan pusat kota Den Haag. Jalan kaki 5 menit juga sampai. Tapi, gara-gara Google Maps yang eror saya sempat kesasar agak jauh ke arah yang berlawanan. Setelah beberapa waktu mencari petunjuk yang meyakinkan, akhirnya saya kembali ke arah stasiun dan menuju lokasi yang benar, walaupun sedikit tertahan karena ada demonstrasi damai tentang isu subsidi bahan bakar fosil di dekat venue.
Sesampainya di lapangan tempat Tongtong Fair, saya melihat tenda super besar dengan pagar keliling dan beberapa bagian ruangan. Jadi, konsepnya semi indor. Saya langsung menuju pintu utama. Tiket sebelumnya sudah saya beli online dan tersedia di email, jadi tinggal menunjukkan QR code yang sesuai dengan tanggal kunjungan untuk dipindai. Oh iya harga tiketnya sekali kunjungan yaitu € 18,50, karena di waktu akhir pekan.
Setelah masuk, saya langsung disambut dengan dekorasi tematik Indonesia dengan beberapa ornamen ala Hindia Belanda. Di lobi juga disediakan peta yang bisa diambil gratis sebagai panduan pengunjung. Nama-nama stand-nya sebagian menggunakan bahasa Indonesia, dan beberapa istilah Belanda. Yang pertama saya lihat adalah Waroeng Kopie. Isinya sih warung berbagai minuman limun, soda dan, tentunya, kopi.
Waktu itu cuaca cukup panas karena masih di penghujung musim panas. Kondisi di dalam tenda panas. Selain karena cuaca, juga karena banyak orang. Bahkan di salah satu bagian ada berbagai kedai yang menyediakan berbagai masakan Indonesia dengan dapur-dapurnya. Jadi makin panas deh. Ada juga stan pakaian, pernak-pernik, makanan ringan, bumbu-bumbu rempah, jajanan pasar, buah, kue dan oleh-oleh yang didominasi dari kebudayaan Indonesia. Tapi ada juga stan yang berasal dari berbagai negara lain, seperti Thailand, Peru, China, dan tentunya Belanda.
Setelah berkeliling dan melihat-lihat situasi, saya lalu menonton pertunjukan wayang golek sesuai jadwal. Waktu itu Ki Dalang Nandang memainkan lakon kontemporer. Tokoh wayang yang dimainkan antara lain Gatot Kaca, dan punakawan: Semar, Cepot, Dawala, Gareng, juga beberapa buta. Pertunjukan yang dibawakan lebih cenderung hiburan komedi, alih-alih kisah yang serius. Dalam beberapa dialog juga diselipkan bahasa Inggris, Belanda, Indonesia.
Selesai menonton wayang, sengaja saya kejar Ki Dalang Nandang untuk berbincang-bincang. Tak disangka, beliau sangat ramah dan senang berbagi cerita. Saya juga diajak ke stan wayang golek tempat pameran karya-karya buatannya. Setelah ngobrol beberapa waktu, saya jadi tahu bahwa Ki Dalang Nandang ini ternyata sudah lebih 20 kali manggung di Tongtong Fair. Sejak tahun 1990-an. Senang juga mendengarkan suka-duka beliau selama menjadi dalang wayang golek internasional. Beliau juga ternyata tak hanya ahli mendalang saja, tapi juga mengukir wayang golek sendiri. Seperti yang dipamerkan di standnya.
Stand wayang golek ini akhirnya menjadi “base camp” saya selama kunjungan. Karena mungkin akan banyak orang yang berkunjung ke sana. Benar saja, beberapa orang yang sudah sering ke Tongtong Fair banyak mengunjungi stan wayang golek ini. Kebanyakan kolektor wayang dan pemerhati budaya. Di sini saya juga bertemu dengan Teh Hermina, orang Sunda yang sudah menetap puluhan tahun dan berkeluarga di Rotterdam cukup lama. Dari beliau, saya dikenalkan dengan Teh Tuti, penembang Cianjuran. Cerita mengenai Teh Tuti dan grup Cianjurannya agak panjang juga, nanti saya ceritakan di tulisan lain.
Malam harinya, saya nonton konser Balawan dengan skil gitarnya yang menarik dan memukau penonton. Selesai nonton, saya pamit kepada Ki Dalang Nandang dan Teh Hermina untuk kembali ke Leiden. Pulang dari lapangan Malieveld jalan kaki saja sampai ke stasiun Den Haag Centraal. Setelah mencari jadwal kereta tujuan Leiden sejenak, akhirnya dapat juga kereta intercity, dan, saya pulang juga ke Leiden.