Bulan April lalu saya menyambut kedatangan teman istimewa dari Inggris yang memiliki minat unik dan terbilang langka dalam dunia musik. Ia adalah Mike Adcock, seorang musisi yang memberikan perhatian khusus kepada alat musik batu yang disebut litofon. Kami telah saling berhubungan dengan berkirim pesan sejak 2011, ketika saya mencari informasi musik batu dan menemukan website proyek yang ia kerjakan di http://www.lithophones.com/.
Dalam websitenya, ia mengumpulkan informasi litofon dari seluruh belahan dunia. Mulai dari yang diperkirakan sebagai litofon tertua, hingga beberapa jenis litofon yang merupakan hasil pengembangan yang lebih modern. Pada informasi yang ia sajikan itu terdapat informasi singkat tentang talempong batu di Padang, Indonesia. Mungkin waktu itu ia masih belum mengetahui keberadaan litofon lain di Indonesia -yang saya yakini berjumlah banyak dan tersebar di banyak daerah lainnya.
Saya mencoba mengirimi dia email melalui informasi kontak yang disediakan di salah satu menu websitenya. Isinya yaitu memberitahukan bahwa di Cianjur, Jawa Barat, terdapat situs prasejarah berupa punden berundak yang dibangun dari bebatuan besar (megalit). Bebatuan di tempat itu dapat menghasilkan bunyi nyaring bila dipukul. Dan saya kira, dia akan tertarik untuk menggali informasi lebih dalam tentang situs Gunung Padang. Dengan harapan, informasi Gunung Padang dapat ditampilkan di situsnya.
Dalam email yang saya tulis itu, saya lampirkan juga tautan sebuah makalah yang dibuat oleh Hokky Situngkir dan Roland Mauludy Dahlan. Hokky adalah peneliti yang belakangan saya ketahui pernah menjadi salah satu personel Tim Terpadu Riset Mandiri situs Gunung Padang. Makalah itu berisi penjelasan hasil survey terhadap beberapa batu besar di teras pertama situs, yang dikenal dengan sebutan “batu gamelan”. Selain deskripsi fisiknya, Hokky juga menjelaskan perihal frekuensi suara berdasarkan hasil analisis perangkat lunak, untuk mengetahui nada yang dihasilkan olehnya.
Sebagai tambahan, yang mungkin akan menarik untuk dikunjungi ketika berkunjung ke Gunung Padang, yaitu melihat sebuah “gamelan” batu yang sungguh-sungguh dipakai untuk bermain musik di sebuah sanggar seni Sunda di pusat kota Cianjur. Saya perkenalkan juga kepadanya Sanggar Seni Perceka, yaitu sanggar yang memiliki “gamelan batu” alias litofon.
Beberapa hari setelah saya mengirim email, saya mendapat respon positif dari Mike. Intinya ia sangat tertarik dengan situs Gunung Padang, dan berniat untuk berkunjung langsung ke situs pada suatu hari. Saya pun menyambut baik niatnya itu. Semoga suatu hari nanti dapat berjumpa langsung untuk bersama-sama melakukan survey terhadap “batu gamelan” itu.
Berselang enam tahun setelah komunikasi pertama itu, pada awal tahun 2017 saya mendapatkan kabar baik dari Mike. Melalui emailnya ia menyatakan akan segera berkunjung ke Indonesia, untuk meninjau situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat, dan Talempong Batu di Bukittinggi, Sumatra Barat. Ia juga telah menghubungi Hokky Situngkir di Bandung, untuk merencakan pertemuan bersama. Dan tak disangka, ia pun ternyata mengenal Palmer Keen, teman Amerika saya yang tinggal di Bandung dan mengelola situs http://www.auralarchipelago.com/. Ia mengenal Palmer melalui anaknya yang kenal lebih dulu sehubungan dengan proyek Aural Archipelago. Lalu akhirnya kami berempat saling berkomunikasi. Sungguh kebetulan yang menarik. Rasanya dunia ini sempit!
Setelah mematangkan rencana kunjungan ke situs Gunung Padang, Mike tiba ke Indonesia pada awal April 2017. Untuk beberapa hari ia tinggal di Bandung dan bertemu dengan Palmer melihat atmosfir musik Sunda di pusat kota. Kunjungan disetujui akan dilaksanakan tanggal 16-17 April dengan berangkat bersama-sama dari Bandung, namun sayang Palmer tidak bisa ikut karena harus mengurus perpanjangan visa. Sedangkan Hokky akan berangkat tanggal 17 bersama dengan tim riset dari Bandung Fe Institut. Artinya kita akan bertemu langsung di situs pada hari Senin tanggal 17.
Saya dan Mike berangkat dari Bandung hari Minggu tanggal 15 dengan bis travel umum, dengan maksud untuk menginap terlebih dahulu di kota Cianjur untuk beristirahat, lalu melanjutkan perjalanan ke Gunung Padang tanggal 16. Mike bermalam di sebuah homestay (www.visitcianjur.com) yang dikelola oleh teman saya, Ersan. Namun sungguh disesalkan, Mike kehilangan sebuah dompet beserta isinya, ketika ia diajak oleh Ersan untuk melihat-lihat pasar tradisional di Cianjur. Mungkin dicopet di angkot atau terjatuh di suatu tempat. Kami tidak tahu pasti. Karena kejadian itu, saya dan teman saya itu membantu Mike untuk mengurus surat kehilangan dari kantor polisi terdekat. Untunglah, surat kehilangan dari kepolisian dapat diurus dengan lancar, walau sebelumnya harus membuat tiga kali draf surat, karena kesalahan operator membaca paspor yang berbahasa Inggris.
Dengan bantuan kendaraan Suzuki katana dari Agus Jaenudin, teman saya yang rumahnya dilalui jalan utama menuju situs, sore hari kami dapat tiba di situs dengan lancar. Setelah sampai, kami menyempatkan peninjauan sebentar ke puncak situs, dan memetakan rencana untuk esok harinya. Kami tak bisa berlama-lama karena hari sudah semakin petang. Lalu kami turun kembali untuk menuju ke rumah Pak Zaenal, salah seorang penjaga situs yang telah saya hubungi sebelumnya. Kami bermaksud menghabiskan malam di rumahnya yang terletak di samping situs, sehingga pada esok harinya dapat melakukan survey dengan waktu luang lebih awal, mulai dari pagi hari.
Pemerhati sejarah dan budaya Cianjur, pembaca naskah Sunda kuno, pengulik musik tradisi. Pengguna setia Linux.