Sedikit cerita dari kegiatan latihan seni tembang Sunda cianjuran. Foto-foto dalam tulisan ini diambil tahun 2013, ketika saya ikut berproses ngaderes (melanjutkan hafalan) lagu-lagu tembang Sunda Cianjuran bersama anak-anak sekolah yang bersemangat.
Kegiatan ini bertempat di Sanggar Bina Budaya, milik Yayasan Pancaniti, yaitu yayasan yang mengelola dan memupuk generasi muda penerus seni tradisi khas Cianjur ini. Waktu itu saya sedang bertugas menjadi guru bahasa Sunda di SMKN Pertanian Pembangunan Cianjur. Beberapa siswa sengaja saya ajak untuk berproses bersama anak-anak dari sekolah lainnya. Selain mempelajari lagu-lagu cianjuran, anak-anak juga sangat bersemangat untuk belajar memainkan kacapi khas cianjuran.
Sebagai instruktur, ada Kang Nanang yang dengan sabar selalu berbagi pengalaman dan ilmunya. Ia juga mengajar di sekolah yang sama dengan saya. Hanya saja ia mengajar Seni Budaya, sesuai dengan jurusan yang ia ambil ketika kuliah di STSI Bandung.
Meskipun seni tembang Cianjuran kerap kali dianggap hal yang kurang populer, tapi jangan salah, di luar negeri sana, terutama di Eropa, banyak orang yang sangat menyukai dan terkesan dengan seni Indonesia yang satu ini. Dentingan kacapi dengan alunan suling bambu khas Sunda, terasa menenangkan jiwa. Konon, orang-orang Sunda yang telah lama merantau di luar negeri sana akan meneteskan air mata ketika mendengarkan alunan musik kacapi-suling, dengan tembang cianjurannya. Menggugah kerinduan akan kampung halaman di negeri tercinta.
Lalu bagaimana dengan anak-anak yang sedang belajar menembang cianjuran ini? Tentu saja mereka keren! Mereka adalah generasi yang akan meneruskan tongkat estafet tradisi di Cianjur. Mereka adalah tunas-tunas yang akan menjaga identitas kebangsaan Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisinya. Di saat terpaan arus kebudayaan dari luar semakin deras, masih ada tunas-tunas yang bertahan dengan teguh. Ketika anak-anak seumurnya lebih senang dengan “kesenian impor”, justru mereka lebih asyik bergaul dengan seni tradisi tanah kelahirannya.
Sudah menjadi tanggungjawab kita bersama agar generasi seperti mereka tidak lumat digerus oleh terjangan arus budaya asing. Kuno atau tidaknya sebuah tradisi, tergantung bagaimana cara kita memandang. Namun, sebuah tradisi adalah cerminan jati diri sebuah bangsa. Bila hilang tradisinya, seakan hilang jati diri bangsa itu.
Pemerhati sejarah dan budaya Cianjur, pembaca naskah Sunda kuno, pengulik musik tradisi. Pengguna setia Linux.
pikabitaeun, hnjkl tebih,
Hatur baktos pun, Entoh Toharudin Satibi