Dari beberapa sumber saya mendapatkan informasi bahwa dongeng asal-muasal terjadinya kota Cianjur mirip dengan salah satu dongeng di daerah lainnya. Di internet dan buku yang telah terbit terdapat beberapa cerita tentang asal muasal kota Cianjur. Tetapi, yang paling dominan adalah kisah tentang seorang saudagar kaya yaitu Pak Kikir.
Ringkasan Cerita
Dikisahkan Pak Kikir ini sangat pelit, sehingga akibat perbuatan serakah dan tidak mau bersedekah kepada seorang nenek. Menjelang panen raya, seluruh warga desa mengadakan upacara selamatan (kenduri) agar hasil panen melimpah, begitu juga dengan Pak Kikir yang melakukan kenduri dengan mengundang sebagian warga. Lalu datanglah seorang nenek tua ke rumah Pak Kikir, tetapi ditolak oleh Pak Kikir. Anaknya justru memberikan sedekah kepada nenek tua itu.
Nenek Tua berpesan kepada Pak Kikir dan anaknya untuk meninggalkan desa bersama seluruh warga nanti malam, karena akan turun hujan lebat. Benar saja, malam harinya turun hujan sangat lebat. Pak Kikir tidak mau meninggalkan desa karena tidak ingin melepaskan hartanya. Desa itu akhirnya terendam oleh air. Seluruh desa tenggelam dan menjadi danau. Kecuali Pak Kikir, seluruh warga dan anak Pak Kikir selamat. Harta Pak Kikir seluruhnya dibagikan oleh anaknya kepada seluruh warga desa secara adil.
Desa itu akhirnya menjadi makmur dengan lahan pertanian dan hasil bumi berlimpah. Ini bukan lain karena “anjuran” dari nenek tua untuk meninggalkan desa itu. Oleh karena air yang berlimpah dan anjuran itu, maka desa itu kemudian dinamakan “Cianjur”.
Dongeng Situ Bagendit Sebagai Dasar Cerita
Kisah dengan alur demikian mengingatkan saya kepada cerita lain, yaitu asal-ususl terjadinya Situ (danau) Bagendit, di kabupaten Garut (Baca di sini). Bukunya pernah diterbitkan juga oleh Pustaka Jaya tahun 1976. Dalam dongeng Situ Bagendit diceritakan seorang wanita kaya bernama Nyi Endit tidak mau memberi sedekah kepada nenek yang datang ke rumahnya. Akibatnya, desa yang ditinggalinya itu kemudian dikutuk oleh si nenek, sehingga tenggelam menjadi sebuah danau. Situ Bagendit dinamai demikian karena konon diambil dari nama Nyi Endit yang tenggelam bersama desanya dalam cerita tersebut.

Dari perbandingan sederhana dapat dikatakan bahwa dongeng asal-muasal kota Cianjur yang tersebar luas di internet sangat mirip, bahkan sama dengan asal-muasal Situ Bagendit, hanya tokohnya dibalik: Nyi Endit diganti dengan Pak Kikir. Lalu bagian akhirnya ditambah sedikit narasi. Kenapa bisa demikian?
Berawal dari Lomba Cipta Dongeng Se-Kabupaten Cianjur
Seingat saya ketika giat di Yayasan Perceka Art Centre sejak 2004 kisah semacam ini belum ada. Pada sekitar tahun 2007-2010 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur pernah mengadakan lomba mendongeng untuk anak-anak SD dan SMP. Selain penampilan siswa dari perwakilan sekolah Se-Kabupaten Cianjur, peserta diwajibkan menyerahkan naskah teks dongeng yang dibawakan di ajang lomba tersebut. Konon, tujuannya adalah untuk menggali potensi cerita rakyat dari setiap kecamatan di Cianjur.
Saya menyimak hampir seluruh peserta finalis di tingkat Kabupaten. Salah satu dongeng yang dibawakan oleh peserta dari Kecamatan Cianjur Kota adalah “Dongeng Asal-usul Cianjur” versi “Situ Bagendit” ini. Artinya, ada upaya dari guru pembimbing salah satu peserta yang mengadopsi mentah-mentah seluruh alur dari dongeng Situ Bagendit, dengan sedikit tambahan di bagian akhirnya.
Nah, sampai di sini sepertinya jelas bahwa “dosa kebudayaan” ini seharusnya ditimpakan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur. Mengapa? karena, alih-alih menggali kisah potensi daerah masing-masing, malah ada guru pembimbing yang malas menggali ide. Parahnya lagi, dengan menjiplak dongeng lain.
Tidak Berdasarkan Narasi Lokal (Tradisi Lisan & Ingatan Kolektif Masyarakat)
Untuk membuktikan rasa penasaran saya soal dongeng asal-usul Cianjur itu, saya mencoba memastikan kepada sesepuh-sesepuh dari kalangan budayawan, seniman, dan masyarakat umum Cianjur di berbagai tempat sekitar Cianjur tentang kisah asal-usul Cianjur yang seperti Situ Bagendit itu. Ternyata mereka keheranan, karena tidak pernah mendengar cerita semacam itu. Artinya, selama ini di Cianjur tidak pernah beredar kisah kuno yang membahas asal-usul Cianjur dengan tokoh Pak Kikir.
Dengan demikian, kisah “Asal-usul Kota Cianjur” yang mengangkat tokoh “Pak Kikir” belum bisa disebut sebagai folklore, karena tidak berdasarkan tradisi lisan dan ingatan kolektif masyarakat setempat. Dongeng semacam ini lebih merupakan kisah kontemporer, adaptasi dari dongeng lain yang lebih dulu ada (Dongeng Situ Bagendit).

Kondisi Geografis Tidak Mendukung
Dongeng sasakala Cianjur versi “Pak Kikir” tidak dibarengi dengan rasionalisasi geografis dan letak kota Cianjur yang berada di kemiringan kaki Gunung Gede. Dengan kondisi seperti ini, kota Cianjur tidak mungkin tenggelam dalam banjir. Berbeda dengan dongeng situ Bagendit yang secara geografis berbentuk cekungan, sehinggi memliki kemungkinan yang kuat terbentuknya sebuah danau.
Begitu pula dengan dongeng Sangkuriang atau asal-muasal kota Bandung. Dalam dongeng Sangkuriang diceritakan bahwa pernah dibuat sebuah danau besar di sebuah tempat yang kita kenal dengan Bandung dewasa ini. Hal ini dikuatkan dengan bukti fisik geologi dan arkeologi bahwa daerah Bandung merupakan cekungan, sehingga pada jaman dahulu pernah terbentuk sebuah danau raksasa.
Lain halnya dongeng asal-muasal kota Cianjur dirasa tidak relevan dengan keadaan fisik Cianjur berkontur miring. Apakah mungkin sebuah legenda tempat kejadian, sangat tidak berhubungan dengan kontur wilayahnya?

Lebih jauh tentang asal-muasal kota Cianjur biasanya tak terlepas dari kedatangan penggagas kota Cianjur yaitu Raden Wiratanu dari kerajaan Talaga, Subang. Barulah dari perjalanan kesejarahan tersebut muncul berbagai dongeng yang sangat erat kaitannya dengan kota Cianjur.
Dongeng-dongeng Asli Kota Cianjur
Dongeng-dongeng yang berkaitan dengan asal mula kota Cianjur di antaranya Sasakala Pemandian Badak Putih, Asal-Muasal Ayam Pelung, Asal Muasal Padi Pandan Wangi, Raden menikah dengan putri jin, Eyang Surya Kancana, Sasakala Gunung Padang, dll. Cerita-cerita yang banyak berkembang di Cianjur terutama berkaitan dengan kejadian di lokasi setempat dan berkaitan dengan pemberian nama lokasi. Dalam istilah lain disebut toponimi.
Salah Kaprah Terlanjur Menyebar
Sayangnya, dongeng asal-mula Cianjur versi Situ Bagendit ini terlanjur menyebar di internet, bahkan sudah diterbitkan menjadi buku dan dibuatkan animasinya (bisa dilihat di Youtube). Padahal dongeng ini merupakan salah kaprah yang sangat besar, dan karenanya dikhawatirkan terjadi pembohongan publik.
Dari sekian banyak dongeng Cianjur yang beredar, kebanyakan berisi kisah salah kaprah tentang “Pak Kikir”. Tapi, ada sebuah buku yang saya nilai lebih asli, dengan mengangkat nilai-nilai lokal, bahkan memperoleh prestasi di tingkat nasional (peraih Hadiah Samsudi, dari Yayasan Kebudayaan Rancage). Buku tersebut berjudul Asal-usul Hayam Pelung jeung Dongeng-dongeng Cianjur Lianna karya Tatang Setiadi. Sebuah kumpulan dongeng dengan pengkajian sejarah dan sosial-budaya masyarakat Cianjur sehingga dapat dipertanggungjawabkan dengan nyata, sesuai dengan kondisi alam kota Cianjur.
Menolak untuk Dikritisi
Ketika saya menjelaskan gagasan atau catatan kronologi kemunculan dongeng ini, banyak rekan-rekan saya di Cianjur yang mencibir dan menolak fakta itu. Ungkapan-ungkapan seperti “ah itu kan cuma dongeng, kenapa harus dipikirin sih?” atau “itu cuma buat anak-anak, gak usah diurusin!” sering sampai kepada saya. Saya justru heran, dan malah mendapatkan kesan bahwa tidak ada yang peduli soal dongeng ini. Yang peduli adalah para penerbit yang berlomba-lomba mengeksploitasi dalam buku-buku yang diterbitkannya secara komersial. Soal kebenaran kisahnya, siapa peduli?
Sikap alergi dan acuh terhadap kritik ini berlangsung bertahun-tahun. Padahal, dengan berkembangnya dongeng “asal-usul Kota Cianjur” versi Situ Bagendit ini di masyarakat, akan menjadikan opini publik tergiring. Saya lihat belakangan ini bahkan dongeng “asal-usul Kota Cianjur” sudah masuk ke dalam buku pelajaran sekolah. Walah, kebobolan nih. Sekalian saja buat “asal-usul kota Cianjur” yang mengisahkan Malin Kundang. Bisa saja toh? Kenapa tidak? Soal cocokologi bisa diatur.
Tulisan ini merupakan catatan kecil saya yang tujuannya untuk membuka mata dan lebih memikirkan kaitan sebuah dongeng dengan keberadaan suatu lokasi. Dalam cerita rakyat ada yang disebut cerita asal-usul atau legenda, kemudian ada fabel, ada farabel, dan sebagainya. Nah, dongeng Asal-usul Kota Cianjur termasuk legenda. Hanya saja, secara histors maupun topografis (bentang alam) kisahnya tidak sesuai.
Silakan bandingkan dengan dongeng legenda atau sasakala di daerah Jawa Barat lainnya. Hampir bisa dipastikan bahwa selalu ada kaitan dengan latar belakang masa lalu dan topografisnya. Misalnya, kenapa disebut ada gunung Gunung Tangkuban Parahu? tentu berhubungan dengan dongeng Sangkuriang, atau juga Situ Bagendit yang berkaitan dengan dengan tokoh Nyi Endit dalam dongeng.

Pemerhati sejarah dan budaya Cianjur, pembaca naskah Sunda kuno, pengulik musik tradisi. Pengguna setia Linux.